BOOK REVIEW : THE 5 LOVE LANGUAGES by GARY CHAPMAN

REVIEW IN ENGLISH & BAHASA INDONESIA

The rise of the term 'love language' on social media makes me curious to know more. And apparently there is a book that discusses 'love language' which was published in 1992. The book is called 'The 5 Love Languages' written by Gary Chapman. Maybe we're quite familiar with these love languages : words of affirmation, quality time, receiving gifts, acts of service and physical touch. These five languages are discussed in more detailed along with case examples.  Let's discuss the book more.
  1. About the book

The genre is about love relationship (especially for married couple). I was interested for more explanation of how to communicate better with spouse. Something that actually not rare to discuss. The book begins with the question : ‘what happen after marriage?’. It’s a simple yet complicated to answer. The issue was about how to send and receive love in purpose to be loved. That is why love languages matter. It has an important role to communicate love. The importance of love languages define what to do for couple, how to speak it, when to do it, and how the right way to do it. This is basically the book of how-to have better communication with your spouse (even though there is a chapter talks about how to speak love language to your children too). The conclusion, this book is an easy reading that might be a good company to your afternoon reading session.

  1. Who should read this book?

This book obviously needs to be read by couples, especially married couples. They may relate to some cases mentioned in the book. Also, it could be discussed as a self reflection material.

  1. When should you read this book?

This book should be read immediately, especially for those who are already married or want to get married. Because love language is a part of communication. If the communication is better, then the relationship is also better.

  1. What I got after reading this book

First, reading this book teach me the strategy to maintain good communication with spouse. I used to think that communication was only limited to talking only, but it turns out to be broader than that. And love language makes a better communication for couple. Second, how to be more self aware in a relationship. Habitual to daily life could create laziness to do efforts. Including effort to showing love to spouse. I used to think that my husband obviously know that I love him, but how can he knows, if I don’t speak his love languages. Yeah, this slaps me to do more effort.

  1. (+) and (-) of this book

Points (+)

✓Easy to understand language
For a relationship book, it has an understable language. No need to thinking hard, well it’s just easy to read.

✓Love language test
Who doesn’t love to do a little quiz? Gary provide few questions for you to know what your love language is.

Points (-)

✓Mixed genre
When I picked this book, I didn’t know that it has multiple genre. In my mind, it’s just usual relationship book. Then, I realize it is also christian literature. If you aren’t christian, you can skip the bible quotation in some part.

  1. Worth buying and reading or not

This book is okay to add insight of how to have a better communicate with partners by matching their love language. So of course it’s worth reading and worth buying for those who need those insight.

  1. Personal rating : 🐱🐱🐱

——————TERJEMAHAN DALAM BAHASA INDONESIA————

Maraknya istilah ‘bahasa cinta’ di media sosial membuat saya penasaran untuk mengetahui lebih jauh. Dan ternyata ada sebuah buku yang membahas tentang ‘bahasa cinta’ yang diterbitkan pada tahun 1992. Buku tersebut berjudul ‘The 5 Love Languages’ yang ditulis oleh Gary Chapman. Mungkin kita cukup familiar dengan bahasa cinta ini : kata-kata penegasan, waktu berkualitas, menerima hadiah, tindakan pelayanan dan sentuhan fisik. Kelima bahasa ini dibahas lebih detail beserta contoh kasusnya. Mari kita bahas bukunya lebih lanjut.

1. Tentang apa

Genrenya tentang hubungan cinta (terutama untuk pasangan suami istri). Saya tertarik untuk penjelasan lebih lanjut tentang bagaimana berkomunikasi lebih baik dengan pasangan. Sesuatu yang sebenarnya tidak jarang untuk dibahas. Buku ini diawali dengan pertanyaan : ‘apa yang terjadi setelah menikah?’ Sederhana namun rumit untuk dijawab. Masalahnya adalah tentang bagaimana mengirim dan menerima cinta dengan tujuan untuk dicintai. Itulah mengapa love language itu penting. Karena memiliki peran penting untuk mengkomunikasikan cinta. Pentingnya bahasa cinta menentukan apa yang harus dilakukan pasangan, bagaimana mengucapkannya, kapan melakukannya, dan bagaimana cara yang benar untuk melakukannya. Pada dasarnya buku ini tentang bagaimana memiliki komunikasi yang lebih baik dengan pasangan Anda (walaupun ada bab yang berbicara tentang bagaimana menyampaikan love language kepada anak-anak Anda juga). Kesimpulannya, buku ini adalah bacaan ringan yang mungkin bisa menjadi teman yang baik untuk sesi membaca Anda di waktu sore.

2. Siapa yang perlu membaca buku ini?

Buku ini jelas perlu dibaca oleh para pasangan, khususnya pasangan suami istri. Mereka mungkin berhubungan dengan beberapa kasus yang disebutkan dalam buku ini. Selain itu, bisa juga didiskusikan sebagai bahan refleksi diri

3. Kapan sebaiknya membaca buku ini?

Buku ini harus segera dibaca, terutama bagi yang sudah menikah atau ingin menikah. Karena bahasa cinta adalah bagian dari komunikasi. Jika komunikasi lebih baik, maka hubungan juga lebih baik.

4. Yang aku dapatkan setelah membaca buku ini

Pertama, membaca buku ini mengajarkan saya strategi menjaga komunikasi yang baik dengan pasangan. Dulu saya berfikir bahwa komunikasi hanya sebatas berbicara saja, ternyata lebih luas dari itu. Dan bahasa cinta membuat komunikasi yang lebih baik untuk pasangan. Kedua, bagaimana menjadi lebih sadar diri dalam suatu hubungan. Kebiasaan hidup sehari-hari bisa menimbulkan kemalasan untuk melakukan usaha. Termasuk upaya untuk menunjukkan cinta kepada pasangan. Saya dulu berpikir bahwa suami saya jelas tahu bahwa saya mencintainya, tetapi bagaimana dia bisa tahu, jika saya tidak berbicara bahasa cintanya. Ya, ini menampar saya untuk melakukan lebih banyak usaha.

5. (+) dan (-) dari buku ini

Poin (+)

✓Bahasa mudah dimengerti
Untuk buku hubungan, ia memiliki bahasa yang dapat dimengerti. Tidak perlu berpikir keras, yah itu mudah dibaca.

✓ Tes bahasa cinta
Siapa yang tidak suka melakukan kuis kecil? Gary memberikan beberapa pertanyaan agar Anda mengetahui apa bahasa cinta Anda.

Poin (-)

✓ Mixed genre

Ketika saya memilih buku ini, saya tidak tahu bahwa itu memiliki banyak genre. Dalam pikiran saya, itu hanya buku hubungan biasa. Kemudian, saya baru tahu ini juga literatur kristen. Jika Anda bukan orang Kristen, Anda dapat melewati kutipan Alkitab di beberapa bagian.

6. Worth to buy and read or not

Buku ini oke untuk menambah wawasan bagaimana berkomunikasi lebih baik dengan pasangan dengan mencocokkan bahasa cinta mereka. Jadi tentunya layak dibaca dan layak dibeli bagi yang membutuhkan wawasan tersebut.

7. Personal rating : 🐱🐱🐱

Today’s Recipe : Resep Galantin Ayam

Galantin adalah salah satu makananyang cukup familiar bagi orang Jawa khususnya Solo dan sekitarnya. Konon katanya galantin ini adalah salah satu makanan sultan karena hanya disajikan di kerajaan, jika kamu pernah mendengar selat solo, nah disitu terdapat galantin sebagai salah satu isiannya. Selain selat solo, biasanya galantin ditemui di masakan sop manten yang jadi langganan sajian hidangan acara kondaangan di Solo. Selain dua hidangan tersebut, galantin juga bisa disajikan dengan menggoreng nya menggunakan telur lalu didampingi dengan nasi putih hangat. Resep galantin yang aku buat menggunakan daging ayam, kamu bisa menggantinya dengan daging sapi atau mencampurnya.

Resep juga tersedia dalam bentuk video, kamu bisa klik videonya di bawah ya.

BAHAN GALANTIN/ GALANTIN INGREDIENTS :

500 gram daging ayam/ chicken fillet

125 gram tepung panir/ bread crumbs

1/2 butir bawang bombay/ half of onion

10 pcs bawang putih/ garlic

2 pcs telur/ eggs

Secukupnya pala/ nutmeg

Merica bubuk/ pepper

Garam/ salt

Kaldu bubuk/ powdered broth

CARA MEMBUAT :

1. Campur dan aduk semua bahan hingga rata

2. Siapkan selembar aluminium foil/ daun pisang, letakkan adonan di atasnya, padatkan memanjang kemudian rekatkan ujung2nya

3. Siapkan kukusan, masukkan gulungan galantin kemudian kukus hingga matang selama 30 menit

4. Matikan kompor, ambil galantin, jika mau disimpan di freezer biarkan dulu di luar sampai suhu ruang baru dimasukkan freezer

5. Untuk penyajian galantin dipotong2 baru digoreng, bisa dicelup pake telur dulu baru digoreng. Kalo mau dipake buat isian selat solo dan sup galantin juga bisa

———————————————————————————–HOW TO COOK:

1. Mix and stir all ingredients using chopper or food processor

2. Prepare a sheet of aluminum foil/banana leaf, put the dough on it, wrap it up

3. Prepare the steamer, put in the galantin rolls then steam until cooked for 30 minutes

4. Turn off the stove, take galantin, if you want to store it in the freezer, leave it outside until it reaches room temperature and then put it in the freezer

5. To serve the galantin, cut it into pieces and then fry it, you can dip it in an egg before frying it. You can use it for selat solo and soup too.

Kamu bisa melihat videonya disini :

Jangan lupa subscribe dan follow akun sosial mediaku ya :

Today’s Recipe : Resep Red Velvet Brownies Dessert Box

Siapa yang tidak tahu brownies? setidaknya sekali saja kita semua pernah memakannya atau minimal pernah melihat brownies itu seperti apa. Menurutku yang masih amatir dalam hal per-bakingan ini, brownies adalah salah satu yang gampang buatnya. Yang mau aku share adalah resep yang aku ambil dari bukunya Tintin Rayner, aku praktekan dan berhasil. Buat kamu yang suka makan dessert dan mau buat dari nol, resep ini layak dicoba ya. Ada link Youtube di bawah kalau kamu mau lihat videonya.

BAHAN BROWNIES / BROWNIES INGREDIENTS :

– 230 gram butter leleh / salted butter

– 380 gram gula pasir / sugar

– 3 sdt pasta vanilla / 3 tsp vanilla paste

– 40 gram cokelat bubuk / cocoa powder

– 1/4 sdt garam / 1/4 tsp salt

– 3 sdm pewarna merah tua / 3 tbsp red coloring

– 1,5 sdt cuka dapur / 1,5 tsp vinegar

– 4 butir telur kocok / 4 pcs eggs, mix

– 190 gram tepung terigu protein sedang atau serbaguna / all purpose flour

BAHAN CREAM/ CREAM INGREDIENTS :

400 ml soft cream 100 ml kental manis / condensed milk

1 sdt pasta vanila / 1 tsp vanila paste

BAHAN GANACHE / GANACHE INGREDIENTS :

100 gram dark cooking chocolate 50 ml susu cair / milk

1 sdm margarin / 1 tsbp margarine

CARA MEMBUAT :

1. Campur butter cair, gula, pasta vanilla, cokelat bubuk, pewarna merah, garam dan cuka, Aduk menggunakan whisk sampai tercampur rata.

2. Masukkan telur, aduk kembali sampai rata. Masukkan tepung aduk sampai rata, jangan sampai overmix. Tuangkan adonan ke dalam loyang persegi ukuran 24 x 24 cm yang sudah dialasi kertas roti.

3. Panggang di suhu oven 180-190 C sampai matang (aku sekitar 35 40 menit). Sesuaikan dengan oven masing-masing. Panaskan oven dulu sebelum loyang masuk sekitar 10-15 menit.

4. Setelah matang, keluarkan dari loyang kemudian potong2 sesuai ukuran cetakan tempat dessert box. Tata di lapisan paling bawah, kemudian beri cokelat ganache di lapisan kedua dan beri cream di lapisan ketiga. Taburi remah-remah sisa brownies di atas cream dan beri oreo di atas nya.

5. Masukkan ke dalam kulkas di bagian chiller minimal 30 menit kemudian siap dinikmati

HOW TO COOK:

1. Mix melted butter, sugar, vanilla paste, cocoa powder, red coloring, salt and vinegar, stir with a whisk until well blended.

2. Put in the eggs, stir again until blended. Add flour and mix until smooth, don’t overmix. Pour the batter into a 24 x 24 cm square tin that has been lined with baking paper.

3. Bake in oven temperature 180-190 C until cooked (I’m about 35-40 minutes). Adjust to your oven. Preheat the oven before entering the pan for about 10-15 minutes.

4. Once cooked, remove from the pan then cut into pieces according to the size of the mold where the dessert box is. Arrange on the bottom layer, then add chocolate ganache in the second layer and cream in the third layer. Sprinkle the remaining brownie crumbs on top of the cream and put oreos on top.

5. Put it in the refrigerator in the chiller section for at least 30 minutes then it’s ready to be enjoyed

Kamu bisa melihat videonya disini :

Jangan lupa subscribe dan follow akun sosial mediaku ya :

Book Review : Quiet by Susan Cain

I’ve finished read this book yesterday. I spent almost two months just to finished it. Not because the book, it’s because my laziness comes when I’ve read on Kindle these days. Actually I was enjoying reading this book since I am an introvert and that’s the main idea of this book. But, it turns out this book isn’t like what I’ve thought at first. I thought that this book is a guide for introverts to do this and to do that but it tells about introverts from it’s core. Me as introvert think that this book isn’t made only for introverts but extroverts too. I mean everyone can read this book and it’s pretty insightful. Quiet is a book that have deep research about introversion. There are many expert involved to give us some thought about theory that makes deep understanding about introvert (especially).

In this 368 pages book, I feels satisfied knowing about introvert (and extrovert) personality and why is it matter to know about this. I mean is it really that important to learn deeply about this personality? Okay let me begin what happen in my society. There are so many stigma in my country Indonesia that introvert is someone who reserved, shy, have a very low voice, doesn’t have any friends, seems like antisocial, very awkward and assumed being lonely because usually spending so much time alone. Well, the reality is not. Introvert is different with anti social. We’re introvert just love spending time alone because that’s our energy coming from. And what happen in society is they can only judging by what they see, right? Isn’t it pretty cliché? Who want to talk about your unpopular friends who prefer to sit in the corner of the library than someone popular that have a great social life you envy so much. So, when I found this book I feel like hey finally there are books about nerds too (even though we’re not completely nerd).

Here’s are my review of this book :

  • CONTENT

This book is divide into four parts : the extrovert ideal, your biology your self, do all cultures have an extrovert ideal, how to love how to work. These main parts divided into sub-chapter in every part. Part 1 is background to what happen to introvert in our world, how the history of the personality showing up in the first place, and how introvert could meet expectation to be more ‘extrovert’ in many aspects in life. Part 2 explain about nature of introvert that is printed not only on our body but on our mind too and it is affect our emotional decision, behaviour, conscience, and process of thinking. It’s that complex if we talks about human nature, hormones and other chemicals in our brain. Part 3 talks about the ideal of extroverts that we are considerate it as overrated. It’s a common thing happen in our society, we knows that introverts are 1/3 from total population but we’re often underestimated. Part 4 is some advices (finally) how to handling our situation of being introvert. It helps for when we should act like extroverts?is it necessary to do that? how to talk with another person that completely have different personality and how we can helps our kids that introvert too. I think that 4 main topics is pretty great and enough to explain about the ‘Quiet’. This is complete and explain clearly from the roots to the implementation in the reality that we face everyday.

  • TAKEAWAYS

I’m glad that I found this book because I’ve got some insights about introvert. Not only about introvert but also about other personality too. I love how Susan tells reader about her experiences to find answers of all of her questions about introvert. At some point, I learn a lot indirectly from Susan’s personality, that introvert is unique, special and just the same as other personalities. She encourages us to believe in our abilty whatever our personality because there are no boundaries for us to gain success as long as we have the courage and take efforts to make it happen. Her stories and examples has values that I can take and learn, especially to be proud and have confidence being an introvert.

  • BOOK COVER

I love the original cover of this book, it’s simple and nice to look at. I definitely want to buy this book if I judge from the cover.

  • EDITING AND FONT

I didn’t find any misspell in this kindle version of the book.

  • WRITING STYLE/ STORYTELLING

Susan’s storytelling is direct to the point and not too blah when she explain about the topic. I like that she deliver the story clearly and detail. She definetely made long journey of her research and she’s not wasting good material at all. She’s arrange her words into something everyone can understand but not boring.

  • WORTH OR NOT (PRICE AND TIME)

Is it worth to read? Yes (if you are introvert just like me or extrovert who want to understand more about introvert people).

No (if you’re not interesting about introvert or book that has deep research about topic who many researchers mentioned a lot in this book).

Is the price worth? It is worth the price.

  • REREAD OR RECOMMEND?

Maybe I don’t find necessary to reread this book but I will take some good point from this book to read again in the future. I will recommend this book for everyone who wants to know about introvert, I repeat : everyone.

  • WHAT I LIKE ABOUT THIS BOOK

The plus points are :

  • The content is match with its title
  • The storytelling is nice and not boring
  • I’ve got many insights from this book as introvert
  • WHAT I DON’T LIKE ABOUT THIS BOOK

The minus point is : there are explanation that less brief at some points.

My one of favorite quotes is :

How difficult it is for introverts to take stock of their own talents, and how powerful it is when finally they do.

SUSAN CAIN

Menjadi Introvert Bukan Orang Aneh

Setidaknya itu adalah kalimat yang mengendap lama di kepalaku ketika menyadari bahwa aku seorang introvert. Stigma yang beredar adalah orang introvert itu pendiam, pemalu, susah bergaul, aneh dan lainnya. Dulu itu adalah apa yang aku pikirkan, bahwa menjadi introvert seolah membuatku susah mempunyai teman dekat terlebih setelah menikah. Circle terdekat adalah tetangga dan teman kerja. Berhubung aku seorang ibu rumah tangga maka pilihannya adalah tetangga sebagai orang dengan jarak terdekat yang bisa dijadikan teman. Dan menjadi seorang ibu rumah tangga yang introvert mengajarkanku banyak hal. Terlebih dalam kondisi pandemic yang sudah cukup lama ini, menjadi seorang introvert ternyata bisa membuatku survive meskipun tidak kemana-kemana dan merasa betah saja di rumah. Tulisan ini aku buat setelah aku mengalami sendiri bagaimana rasanya menjadi ibu-ibu milenial introvert di lingkungan rantau. Ada beberapa tips yang bisa aku share bagaimana menghadapi ke-introvertan ku ini. Dan sebenarnya tidak terbatas hanya untuk ibu-ibu saja tetapi bisa untuk kalangan lebih luas lagi berapapun usiamu, apapun gendermu ya.

Hubungan yang sehat dengan diri sendiri

Photo by Omid Armin on Unsplash

Tips yang pertama banget adalah MEMILIKI HUBUNGAN YANG SEHAT DENGAN DIRI SENDIRI. Semua dimulai dari diri sendiri kan? Kebanyakan introvert nyaman ketika sendirian atau hanya berhubungan dengan circle dengan jumlah yang sedikit, karena begitu besarnya kecintaannya pada ketenangan. Meskipun sering sendirian, kadang introvert lupa untuk membangun hubungan yang sehat dengan dirinya sendiri. Contohnya aku ya. Banyak menghabiskan waktu sendirian tidak menjadikan aku begitu saja mengenal diri sendiri dengan baik. Butuh usaha untuk mengetahui tentang diri sendiri, termasuk bagaimana manajemen stress, manajemen waktu, self-awareness dan lain-lain. Yang terpenting adalah mengenali waktu yang tepat untuk memenuhi energi dengan me-time dan kapan waktunya untuk bergaul dengan orang lain. Pernah nih denger dimana gitu, kalo introvert itu seneng sendirian tapi ga suka kesepian, nah loh ribet kan haha. Intinya ya baek-baek aja sih sama diri sendiri, tau kebutuhan sendiri dan kebutuhan sosial.

Being introvert doesn’t make you less human

Photo by Kelly Sikkema on Unsplash

Tips yang kedua : JANGAN MERASA ANEH MENJADI SEORANG INTROVERT. Menjadi introvert bukanlah orang aneh, karena sedikit berbeda bukan berarti aneh. Pernah ga ngerasa bingung memulai percakapan sama orang baru? merasa canggung Ketika harus ngomong di depan orang banyak? sedikit berbicara dan terlihat pendiam di lingkungan baru? atau merasa capek Ketika berlama-lama berada di sebuah acara yang melibatkan banyak orang? Well, itu bukan salahmu ya, itu adalah sebuah kewajaran yang aku rasakan juga. Dulu aku menganggap bahwa itu hal yang aneh, bertanya-tanya kenapa sih ga bisa kayak orang-orang yang bisa ngomong banyak ga pernah kehabisan topik, bisa ngomong lantang, temennya banyak, sama orang baru kenal aja bisa langsung akrab. Dari situlah aku mulai menyadari bahwa aku bukan orang lain, dan aku punya metode sendiri untuk bergaul dengan orang lain. Dengan menyadari bahwa yang aku lakukan ini bukan aneh dan hanyalah seorang introvert membuatku merasa baik-baik saja. NOTE : tidak semua introvert itu pendiam ya, cuma ketika berlama-lama bersosialisasi biasanya menghabiskan banyak energinya.

Mempunyai kehidupan sosial

Photo by Gemma Chua-Tran on Unsplash

Lanjut ke kehidupan sosial seperti apa yang bisa dimiliki seorang introvert?Ya normal-normal saja. Introvert bukan anti sosial, menjadi introvert bukan berarti berdiam diri dan tidak menjalin hubungan dengan siapapun, justru sebaliknya kami para introvert ini senang berteman. Bagiku memiliki teman dengan background (bisa pekerjaan, status, asal daerah dan lain-lain) yang berbeda-beda itu menyenangkan. Setiap teman bisa memiliki cerita yang berbeda  untuk didengarkan. Meskipun memang introvert kaya aku gini lebih senang berada di circle kecil dan bisa bebas ngobrol dibanding harus wara-wiri bersosialisasi dengan banyak orang di acara ramai. Yang dulu sering mengganggu adalah betapa menakutkannya untuk berbicara di forum orang banyak, selalu merasa canggung ketika harus berbicara dengan orang baru atau merasa tidak nyaman berada terlalu lama di sebuah acara dengan banyak orang. Gimana sih cara ngadepin itu semua? Oke jadi ini berdasarkan dari apa yang sudah aku coba sendiri ya. Untuk berbicara di depan forum orang banyak sampai sekarang pun masih suka nervous juga, tetapi karena aku suka overthinking aku memilih untuk tidak menyiapkan banyak2 sebelumnya dengan tidak terlalu memikirkannya hanya fokus sama poin-poin penting yang akan dibicarakan tanpa harus terlalu memikirkannya. Just go with the flow, tepatnya. Soal rasa canggung sampai sekarang pun masih sering terjadi tapi caraku mengatasinya adalah ga apa-apa untuk memulai pembicaraan dengan topik apapun (asalkan masih di batas sopan). Bahkan tidak apa-apa kalau semisal terjadi break (jeda) diam sesaat ketika ngobrol. Ga harus selalu nerocos dari awal sampe akhir hanya karena biar ga dikira canggung atau gimana. Untuk menghadapi ketidaknyamanan yang terjadi saat berada di tengah-tengah keramaian, cukup dengan membuat diri nyaman dengan ngobrol dengan orang terdekat atau asik sendiri mengamati dan mendengarkan lingkungan sekitar.

Menghadapi omongan orang

Photo by Vitolda Klein on Unsplash

Ini nih yang mungkin banyak dibahas kalau pedasnya cabe tidak lebih pedas dari omongan orang lain. Salah satu hal yang jelas tidak mungkin bisa kita atur atau ubah adalah apa yang diucapkan orang lain kepada kita entah itu sesuatu yang positif atau sebaliknya. Yang bisa kita lakukan dan atur adalah bagaimana respons kita terhadap ucapan orang lain kepada kita. Bagaimana harus bereaksi, merasa dan merespon adalah hal yang bisa kita atur. Mungkin beberapa hal yang pernah diucapkan orang lain ke aku antara lain “kok ga pernah keluar rumah sih”, “betah amat di dalem rumah”, “pintu rumahnya kenapa sering ditutup”, “di dalem rumah emang ngapain aja sih”. Ya untuk pertanyaan pernyataan seperti itu sudah biasa terjadi. Aku dahulu tersinggung dan kesal menjawabnya. Sekarang, bisa lebih santai jawabnya karena ya tidak semua hal orang lain harus tau. Bagiku, menjadi makhluk sosial bukan berarti keseluruhan kehidupan pribadi kita orang lain harus tau detailnya karena tidak penting. Selama kita tidak menjadi orang anti sosial tidak masalah untuk “stand up for yourself, for your own happinesss”.

It’s okay to be introvert and be the best version of yourself.

Novia